Sekapur Sirih SUmber Daya Air kabupaten Konawe

Situs ini merupakan SITUS (BLOG) Resmi dinas pekerjaan umum kabupaten konawe bidang SUMBER DAYA AIR. yang memberikan informasi dan data tentang sumber daya air kabupaten konawe.

INFORMASI DAN ALAMAT :
Kantor : Jl. Sao-Sao No.1 Kabupaten Konawe
Provinsi Sulawesi Tenggara
(Kantor Bidang Sumber Daya Air Kabupaten Konawe)
Telpon :(0408)2421008 or (0408)2421007
e-mail : sda_konawe@yahoo.com or sda_konawe@gmail.com

ADMINISRTRASI KAB. KONAWE

ADMINISRTRASI KAB. KONAWE
DAERAH IRIGASI

Selasa, 09 Maret 2010

Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS).

Pengelolaan DAS biasanya ditujukan kepada pengelolaan dua unsurnya yang dianggap penting, yaitu sumberdaya tanah dan sumberdaya air. Unsur-unsur lain seperti; iklim, vegetasi, dan manusia diperlakukan sebagai faktor-faktor dalam pengelolaan. DAS dapat dibagi menjadi dua satuan pengelolaan yakni satuan pengelolaan DAS hulu mencakup seluruh daerah tadahan atau daerah kepala sungai, dan satuan pengelolaan DAS hilir mencakup seluruh daerah penyaluran air atau daerah bawahan. Pengolahan DAS hulu ditujukan untuk mencapai hal-hal berikut;
1). Mengendalikan aliran permukaan lebih yang merusak sebagai usaha pengendalian banjir.
2). Memperlancar infiltrasi air ke dalam tanah,
3). Mengusahakan pemanfaatan aliran permukaan untuk maksud-maksud yang berguna bagi kesejahteraan manusia,
4). Mengusahakan semua sumberdaya air dan tanah untuk memaksimumkan produksi,
Perlakuan terhadap DAS hulu merupakan bagian terpenting dari keseluruhan pengelolaan DAS karena hal itu akan menentukan manfaat-manfaat besar yang dapat diperoleh atau peluang yang terbuka dalam pengelolaan DAS hilir. Pada prinsipnya DAS hulu perlu dikelola dengan penekanan utama sebagai fungsi konservasi.
Tujuan pengelolaan DAS hilir dapat diringkas sebagai berikut;
1). Mencegah atau mengendalikan banjir dan sedimentasi, sehingga tidak merusak atau menurunkan kemampuan lahan.
2). Meningkatkan daya guna air dari sumber-sumber air tersedia.
3). Memperbaiki pengaturan lahan untuk meningkatkan kemampuan lahan.
Perlakuan terhadap daerah hilir akan menentukan seberapa besar manfaat yang secara potensial dapat diperoleh dari pengelolaan daerah hulu akan benar-benar terwujud. Dengan kata lain, pengelolaan daerah hilir bertujuan meningkatkan daerah tanggapnya terhadap dampak pengelolaan DAS hulu. Pengelolaan DAS hilir dengan demikian mempunyai peranan melipatgandakan pengaruh perbaikan yang telah dicapai di DAS hulu. Menurut pandangan ekologis, maka daerah hulu dikelola sebagai daerah penyumbang, atau juga disebut sebagai lingkungan pengendali (conditioning environment) dan daerah hilir sebagai daerah penerima (acceptor) atau lingkungan konsumen.
Seperti telah diuraikan sebelumnya, model matematik yang mewakili suatu sistem selalu meliliki unsur-unsur sebagai berikut (Mize and Cox, 1968):
1. Komponen
Komponen yaitu segala sesuatu yang nampak didalam sistem yang ditentukan secara bebas. Secara kolektif komponen-komponen sistem akan menentukan besarnya output sistem, komponen sistem disebut juga perubah sistem.
2. Perubah Input
Perubah input yaitu perubah yang nilainya tidak ditentukan oleh hasil interaksi antara komponen-komponen sistem, tetapi akan mempengaruhi keadaan sistem. Perubah input disebut juga perubah penentu dan selalu merupakan perubah eksternal. Biasanya bertindak sebagai perubah bebas yang tidak dapat dikontrol, tetapi kadang-kadang juga dapat dikontrol, misalnya curah hujan, penyinaran matahari, erlakuan yang diberikan manusia (pupuk, insektisida, penggunaan lahan dan sebagainya).
3. Parameter
Parameter yaitu atribut sistem yang tidak berubah selama simulasi dilakukan. Perubahan hanya terjadi jika dihendaki oleh peneliti. Parameter juga merupakan konstante hubungan fungsi.
4. Bentuk Hubungan
Hubungan dalam suatu sistem tidak lain adalah hubungan antara komponen-komponen, perubah-perubah dan parameter yang mengontrol keadaan sistem. Bentuk dapat berupa hubungan struktural, fungsional atau sekuensial.
Dalam hubungan struktural, setiap komponen dan atributnya dipisahkan dalam jarak menurut strukturmya. Hubungan fungsional menggambarkan tingkah laku suatu komponen sebagai fungsi keadaan kompoinen secara keseluruhan dan perubah-perubahnya. Sedang dalam hubungan sekuensial keadaan sistem dinyatakan sebagai kejadian yang ditentukan waktunya.

KAJIAN TEORITIS DAS



Mengacu pada PP Nomor 22 tahun 1982 tentang tata pengaturan air, dinyatakan bahwa pendekatan dalam pengembangan, perlindungan dan penggunaan sumberdaya air didasarkan atas pendekatan wilayah sungai. Suatu wilayah sungai dapat terdiri dari satu atau lebih DAS yang dapat disebut sebagai suatu satuan. DAS secara alamiah atau artifisial berhubungan satu sama lain dinyatakan sebagai satu satuan wilayah sungai (SWS), sehingga masing-masing DAS merupakan bagian dari SWS atau sub SWS. DAS sendiri per defenisi dinyatakan sebagai satu kesatuan wilayah tata air yang terbentuk secara alami tempat air hujan jatuh, meresap, dan/atau mengalir dari permukaan tanah ke sungai dan anak-anak sungainya dari hulu hingga ke muara. Untuk menentukan apakah suatu DAS perlu disatukan dengan DAS lainnya digunakan 3 kriteria sebagai berikut;
(1) Hubungan hidrografis, yaitu kesatuan wilayah sungai ditinjau dari kesatuan sifat geofisik (geografis dan hidroklimatologi).
(2) Hubungan administratif, yaitu hubungan yang terjadi karena wewenang yang timbul dari hak penguasaan atau wilayah sungai atau bagian-bagiannya.
(3) Hubungan perencanaan, yaitu hubungan yang terjadi karena demand areas atau kawasan yang dilayani memerlukan sumber air lebih dari satu DAS untuk memenuhi kebutuhan air berbagai sektor secara terpadu dan menyeluruh.

2.1. Prinsip-Prinsip Dasar Perencanaan Pengelo¬laan DAS.
Perencanaan DAS yang komprehensif melibatkan tahapan analisis permasalahan, menentukan sasaran atau tujuan pengelolaan secara jelas, identifikasi kendala yang akan dijumpai selama pelaksanaan proyek, identifikasi faktor-faktor yang dianggap mendukung pengelolaan DAS, spesifikasi metoda atau teknik yang akan digunakan untuk mencapai sasaran yang telah dicanangkan, dan evaluasi alternatif kegiatan yang akan diusulkan.

a. Menentukan Sasaran Proyek Secara Jelas
Proyek pengelolaan DAS yang kurang berhasil atau gagal sama sekali, seringkali disebabkan karena perencana proyek pengelolaan tersebut kurang mampu dalam menentukan sasaran proyek secara jelas. Untuk rnenghindari terulangnya kesalahan tersebut, sasaran operasi yang akan dicapai harus dinyatakan secara jelas sehingga perkembangan dan pencapaian sasaran atau tujuan pengelolaan DAS dapat diukur dengan mudah. Sebagai contoh, dalam program penghijauan, apakah sasaran yang ingin dicapai adalah terbatas pada kegiatan penanaman pohon? atau apakah sasaran yang ingin dicapai adalah berapa jumlah pohon yang ditanam dapat terus hidup sehingga dapat dimanfaatkan oleh penduduk? atau apakah sasaran penanaman pohon adalah untuk stabilitas lahan miring yang mengalami degradasi? ataukah sasaran penanaman pohon adalah untuk dimanfaatkan kayu dan bagian non-kayu lainnya? Demikian pula, dalam menentukan sasaran atau tujuan yang ingin dicapai harus disebutkan secara jelas apa saja sasaran/tujuan utama yang ingin diperoleh. Sasaran-sasaran dan/atau keuntungan-keuntungan lainnya yang akan diperoleh sebagai akibat dilaksanakannya kegiatan proyek harus dianggap sebagai sasaran/keuntungan sampingan sehingga tidak akan mengganggu tercapainya sasaran/tujuan utamanya. Dalam menentukan sasaran proyek, perlu dibedakan sasaran-sasaran proyek yang akan dihasilkan dalam jangka menengah,jangka sedang dan jangka panjang. Perlu pula diidentifikasi rencana kegiatan-kegiatan apa saja yang akan menghasilkan keuntungan dalam jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang. Apabila dimungkinkan, perlu pula diantisipasi kemungkinan terjadinya dampak-dampak negatif akibat rencana kegiatan sehingga tindakan pencegahan dan/atau penanggulangan dampak-dampak negatif tersebut dapat diupayakan sedini mungkin. Gagal dalam menentukan secara jelas sasaran proyek dapat mengakibatkan ketidakberhasilan proyek yang diusulkan.
Pengalaman dilapangan menunjukkan bahwa program penghijauan yang dilaksanakan dengan cara membayar petani untuk menanam pohon menghasilkan persentase tumbuh pohon penghijauan relatif kecil (umumnya kurang dari 50 %). Untuk mengatasi masalah ini, dapat disarankan bahwa pada tahun-tahun selanjutnya, petani tidak dibayar untuk menanam pohon, tapi dibayar untuk setiap pohon yang hidup dalam periode waktu tertentu, katakanlah 6 sampai dengan 12 bulan setelah penanaman. Selama tahun kedua, mereka dibayar kembali (sekian rupiah) untuk setiap pohon yang masih dapat bertahan dan hal yang sama juga dilakukan untuk tahun ketiga. Dengan cara seperti tersebut di atas, diharapkan dapat meningkatkan jumlah pohon yang tetap hidup di lapangan. Dengan menentukan sasaran proyek secara jelas, dapat dilakukan pemantauan dan evaluasi pelaksanaan proyek secara jelas pula sehingga saran-saran untuk perbaikan pelaksanaan proyek dapat lebih relevan dan terfokus pada permasalahan yang dihadapi.

b. Prinsip "Dengan " dan "Tanpa " Proyek
Salah satu prinsip dasar perencanaan pengelolaan adalah mengembangkan dan membandingkan skenario-skenario alternatif tentang apa yang akan terjadi bila proyek dilaksanakan (skenario "dengan" proyek) dan apa yang akan terjadi apabila proyek tidak dilaksanakan (skenario "tanpa" proyek). Perbedaan antara kedua skenario tersebut menunjukkan dampak oleh adanya kegiatan proyek¬. Untuk kedua skenario tersebut di atas, perencana pengelolaan DAS tetap harus mempunyai imajinasi tentang apa yang akan terjadi pada kedua keadaan tersebut.
Hal yang perlu diperjelas disini adalah bahwa baik pada keadaan "dengan" ataupun "tanpa" aktivitas proyek, perubahan akan tetap berlangsung. Misalnya, "dengan" proyek (aktivitas-aktivitas proyek a.l. implementasi bangunan konservasi tanah, penanaman vegetasi, regulasi/deregulasi peraturan pemanfaatan lahan) proses erosi akan tetap berlangsung, tetapi pada tingkat yang lebih kecil daripada erosi yang berlangsung pada keadaan "tanpa" proyek.

c. Ketidakpastian dalam Perencanaan
Memprakirakan kondisi yang akan datang berdasarkan data atau informasi yang telah dikumpulkan (seringkali tidak memadai) telah menjadi kendala bagi para perencana pengelolaan DAS. Data atau informasi yang akan digunakan untuk menyusun rencana mungkin tidak tersedia sama sekali, atau kalau tersedia, bisa jadi telah kedaluwarsa, tidak lengkap, atau tidak relevan dengan materi perencanaan. Sejumlah ketidakpastian yang berkaitan dengan data atau informasi tampaknya harus dihadapi dalam proses penyusunan rencana pengelolaan DAS. Ketidakpastian umumnya meliputi data iklim, masalah teknis, dan ketidakpastian masalah sosial-ekonomi.
Ketidakteraturan pola iklim telah mengakibatkan ketidakpastian prakiraan iklim untuk masa yang akan datang. Pola curah hujan sangat bervariasi dari tahun ke tahun sehingga seringkali sulit untuk melakukan prakiraan curah hujan secara tepat. Meskipun sulit untuk melakukan prakiraan komponen iklim dengan akurasi yang tinggi, tetapi prakiraan pola iklim yang akan terjadi perlu diantisipasi dan dijadikan pertimbapgan dalam menyusun rencana pengelolaan DAS. Hal yang perlu diperhatikan dalam hal ini bahwa penyusunan rencana pengelolaan DAS sebaiknya tidak didasarkan pada keadaan rata-rata karena adanya variabilitas untuk masing-masing lokasi.
Ketidakpastian yang bersifat teknis umumnya dijumpai dalam hentuk tidak memadainya pengetahuan tentang hubun-an keterkaitan teknis dalam hal aktivitas pengelolaan DAS. Informasi yang akurat tentang dampak jenis vegetasi tertentu terhadap erosi di suatu daerah dengan karakteristik iklim dan tanah tertentu sering belum tersedia. Demikian pula, informasi tentang pertumbuhan vegetasi (pohon) dan produksi yang dihasilkan bagi kebanyakan jenis vegetasi di hutan tropis belum banyak diketahui. Dengan latar belakang seperti ini, dalam banyak hal, tim perencana pengelolaan DAS hanya dapat menduga keluaran apa yang akan diperoleli dari pengelolaan yang direncanakan tersebut, dan dengan demikian, mereka akan berhadapan dengan ketidakpastian. Apabila dalam masalah teknis saja dijumpai adanya ketidakpastian, maka kadar ketidakpastian dalam masalah sosial¬ekonomi tentunya menjadi lebih besar.
Data atau informasi yang sering dimanfaatkan untuk perencanaan sosial seperti kekayaan, kesejahteraan, pendapatan, tingkat pendidikan dan lain sebagainya, untuk ternpat-tempat tertentu, boleh jadi sulit untuk memperolehnya. Dalam keadaan demikian, prakiraan variabel-variabel sosial untuk waktu yang akan datang akan menghadapi tingkat ketidakpastian yang lebih besar. Kekacauan sosial dapat menciptakan ketidakstabilan sosial dan ekonomi dari suatu masyarakat. Keadaan ini, pada gilirannya, dapat juga mengacaukan arah kebijakan dan pengelolaan sumberdaya untuk masa-masa yang akan datang. Ia juga dapat menciptakan ketidakpastian tentang peraturan-peraturan yang berkaitan dengan sistem pemilikan tanah dan beberapa hak lain yang dimiliki oleh masyarakat. Perencanaan pengelolaan DAS, karena umumnya berkaitan dengan antisipasi kejadian jangka panjang, maka ia akan lebih banyak menghadapi ketidakpastian. Untuk mengatasi lial tersebut, berikut ini adalah strategi untuk menghadapi dan menangani berbagai bentuk ketidakpastian yang muncul dalam perencanaan seperti disarankan oleh Lundgren (1983):
1. Salah satu pendekatan yang relevan digunakan untuk mengatasi keadaan ketidakpastian adalah dengan cara meningkatkan pemahaman terhadap situasi dunia atau lingkungan di sekeliling kita. Strategi yang harus dilaksanakan:
• Menunda keputusan sambil menunggu lebih banyak informasi yang dapat dimanfaatkan.
• Melakukan analisis sensitivitas (sensitivity analysis). Dengan melakukan pengamatan terhadap pengaruh perubahan asumsi (laju inflasi, discoinit rate, laju erosi-sedimentasi) secara sistematis. dapat diketahui dengan lebih baik bagaimana masalah ketidakpastian tersebut mempengaruhi hasil rencana atau prakiraan yang dibuat Dalam hal ini bagian-bagian kritis yang ada dalam skenario rencana yang dibuat dapat diidentifikasi, untuk kemudian dilakukan penyesuaian seperlunya.
• Membuat beberapa skenario (prakiraan) mengenai hal yang diharapkan terjadi pada waktu yang akan datang serta konsekuensi yang dihadapi.
2. Cara lain untuk mengatasi ketidakpastian adalah dengan cara meningkatkan kelenturan (flexivility) pengelolaan dan organisasi sehingga tanggap terhadap adanya perubahan yang tidak terduga sebelumnya dan melakukan penyesuaian-penyesuaian. Pemantauan dan evaluasi. Pemantauan dan evaluasi yang dilakukan secara sistematis dan berlanjut. Dengan demikian, implementasi program pengelolaan DAS tidak terlalu terikat kaku pada rencana yang telah dibuat, melainkan tanggap terhadap variasi yang dijumpai di lapangan dan melakukan perubahan-perubahan yang diperlukan.